Soneta; Bila Kau Mencintaiku
Tak apa kalender tak punya nama hari,
senin, selasa, rabu, kamis, jum’at, sabtu dan minggu,
atau angka yang menghitung tahun-tahun berganti,
hingga tak ada tanda kapan aku lahir di bumi yang lalu.
Tak apa kalender tak punya nama bulan,
dua belas nama; januari sampai desember itu
yang mengingatkan kapan kemarau kapan hujan
turun di kotaku yang setengah hijau.
Bila kau mencintaiku, sebab tubuhmu
telah menunjukkan semua itu.
Sebab segalanya tak berjarak di tubuhmu
pohon-pohon hijau, kaleng-kaleng kecil
rupiah dan bocah di tepi jalan yang menggigil
semuanya sama dan titik seperti tahi lalat di atas bibirmu.
*inspirated by Untuk Segala Ingin, Frischa Aswarini
(2010)
Soneta di Pagi Hari
di pagi ini pohon-pohon hijau
basah disentuh hujan rintik-rintik semalam
matahari bersemu menyungging senyum malu-malu
menyapa para pekerja berbaju kuning seragam
yang menyapu daun-daun kuning atau hijau jatuh
di jalan-jalan di depan rumah
yang masih lengang oleh kendaraan berasap
dan terang pelan-pelan melahap gelap.
Tetapi sebelum menatap semua itu
aku memandang dulu wajahmu yang baru
bangun tidur: mata merah, rambut acak , kering liur
peluh dan suaramu yang masih serak berat.
Lalu aku beri kau cium yang lebat
seperti kota kepada desa yang terus jadi dekat.
(2010)
Soneta di Sebuah Halte
duduk di sebuah halte di Surabaya
sambil merokok berbatang-batang
ini kali asapnya tak masuk hidung
malah mengawan di mata
bus-bus antar kota berseliweran
menurunkan kenangan-kenangan yang sempat hilang
orang-orang pergi dan halte ini perlahan lengang
mungkin menjemput kenangan yang datang sebagian
aku di sini tak sedang menunggu
atau akan pergi ke masa lalu
dimana ada seseorang yang aku rindu
aku hanya sedang memastikan
tak ada lain perempuan
yang bisa memadamkan api rokokku.
(2010)
pul, baru pertama kali nih berkunjung ke sini. tukeran link yuk!
ReplyDeletehttp://kamarnyaridwan.blogspot.com/