Showing posts with label surat. Show all posts
Showing posts with label surat. Show all posts

Tolong, Gunakan Bahasa Indonesia

Suroboyoan, Keras tapi Bersahabat


hari itu cerah dan saya berangkat sekolah , uh, sekolah baru nih. sekolah SMP 21 Surabaya yang besar dibanding sekolah saya sebelumnya, membuat saya semangat. Tapi ini bumi Surabaya, saya tak bisa berbahasa jawa. Dan saya pikir mereka akan menggunakan bahasa ibu mereka untuk percakapan.

Karena murid pindahan, saya mempunyai dua sekolah SMP. Semester satu kelas satu saya sekolah di Kalianget, sebuah desa di kota kecil Sumenep, Madura. Dan sekolah kedua adalah SMPN 21 Surabaya, semester 2 kelas satu sampai lulus

(Tidak ada saya di situ, cuma ingin menggambarkan SMPN 21 Surabaya, ini halaman depannya)

Sesampai di sekolah, saya disuruh mengurusi adminitrasi sekolah. Maksudnya untuk segera melunasi pembayaran. Kesan awal yang saya tangkap adalah mereka profesional.

Saya baru bisa masuk kelas waktu istirahat. Menurut perkiraan ingatan saya. Saya masuk ke kelas 1-G, begitu masuk semua anak kok langsung diam. “Eh, Arek anyar, yo?” (eh, anak baru, ya?)

Saya gak menjawab, hanya mematung. Saya bingung mau jawab apa. Saya juga bingung mau kemana. Saya tidak tahu dimana tempat yang kosong. Jadi saya diam saja di situ.

Untungnya, mereka sadar kalau saya mencari tempat duduk yang kosong. Mereka berbicara apa saya tak mengerti, tetapi mereka menunjuk sebuah bangku. Saya langsung menuju tempat kosong tersebut.

Mereka mengerumuni saya. Minta kenalan. Sialnya, mereka kenalan pakai bahasa jawa, “jenengmu sopo?” (nama kamu siapa). Saya tak mengerti artinya, tapi saya pikir mereka ingin mengenal saya. Jadi saya perkenalkan diri saya melalui bahasa indonesia, “Saya Syaiful Bahri. Salam kenal.”

“Ouh, pindahan teko endi koen?” (Oh, kamu pindahan darimana?) Saya tak bisa menjawab pertanyaan tersebut. sial. Mereka bisa gak sih bahasa indonesia. Salah satu dari mereka, mungkin namanya Dewi berkata ke teman-teman baru saya, “Eh, rek, arek iki ketokane gak isa bahasa jawa.” (eh, rek, anak ini kayaknya tidak bisa bahasa jawa.”

Kemudian si Dewi nih bertanya pakai bahasa indonesia, “Kamu berasal darimana?” perkenalan itu pun berjalan lancar.

Selama istirahat dan jam kosong mereka mengajarai saya bahasa jawa, atau lebih tepatnya suroboyoan. Bahasanya cenderung kasar, keras dan terus terang. Karakter khas arek. Saya yang pendiam waktu itu diajari mengumpat. Kalau kamu marah, kamu bilang aj, “Cok, gatel.” Artinya sampai sekarang tidak saya tahu dengan jelas. Itu tidak mengandung makna barangkali, hanya ungkapan makian.


Jika kamu pernah ke Surabaya , kamu tidak akan kesulitan untuk bmendengar kalimat, “Cok, bensiku entek nang jalan mau. Nuntune adho.” (Cok---memaki, bensinku habis di jalan tadi. Saya nuntun jauh.”

Sekitar Dua minggu kemarin, saya diundang untuk ikut acara alumni. Tapi saya gak bisa datang. pas hari H saya ditelphone,"Cok, gaya koen wes lali karo aku?" (Cok, kamu sombong, sudah lupa sama saya?"

Horeee, Blog Saya Kayak Google

Saya tidak tahu bagaimana membuat layout blog bagus. Saya seorang blogger yang hancur. Tidak tahu bahasa jorok (bahasa html dan php). Sialnya, saya ingin tampil bagus. Sehingga penampilan blog saya ini berulang berubah untuk sekedar gaya, biar kelihatan pintar.

Kemarin, saya jalan-jalan lewat Om Google. Eh, menemukan blog yang membahas tutorial blog. Penampilan blognya keren, seperti google. Lihat aja di sini. Pemiliknya siapa ya? Saya gak menemukan, niih. Nama google sama dia diplesetin ke boogle. Menurut dia boogle artinya “blogger gele” cimahi.

Sampai di sana, sebagai blogger yang tidak tahu apa-apa tentang bahasa jorok, saya diajari aneh-aneh. Seperti hanya menampilkan widget di home, tapi gak muncul di single post. Terus bagaimana menulis konten blog agar tampil di google halaman pertama—SEO nama kerenya.

Ah, karena pelajarannya saya jadi membuat hurus tebal di awal tulisan tuh. Siaaal. Nanti, kalau saya berkunjung ke sana lagi diajari kenakalan apalagi ya?

Kembali pada permasalahan yang ingin saya tulis, sejak tiba di blognya saya jatuh cinta kepada desain blog tuh. Ibarat rumah, tuh desai lucu mengingat kayak bandel sama google. Saya jadi ingin menirunya. Tapi bagaimana ya? Saya gak tahu.

Eh, tahunya di postingan dia saya menemukan artikel—sst diam, dia mempersilahkan saya mendownlad temanya. Google blogger, eh boogle themplate. Saya download deh. Edit-edit dikit. Jadi deh kayak gini blog kampung-puisi saya. Keren, gak?

Saya hanya ngedit tulisan google saya ganti soogle doang kok, dengan bantuan pothoshop. Gila, ganti haruf “G” ke “S” aja susahnya minta ampun.

Terima kasih teman-teman mau berkunjung ke blog saya. Dan saya nih, sudah mulai aktif blogging lagi. Horeee. Terus ada tapinya, saya postingnya tetap jarang mungkin..

Sajak dan Perempuan

Mereka lebih langket ketika dirayu memakai puisi

Lengket menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lekat; menempel erat. Sehingga jika dipakai dalam kasus seperti ini bisa diartikan awet, lebih akrab. Apakah pendapat saya benar?

Penelitian ini—sebenarnya tidak cocok memakainya—menunjukkan dari tiga pasangan yang menggunakan puisi sebagai bahan rayuan, tiga-tiganya lengket kayak perangko dan surat selama tiga tahun. Prestasi hebat!!
Survei ini dilakukan oleh Lembaga Survei Sastra Indonesia. Yang tidak berbadan hukum, tidak profesional dan mengenaskan kemampuannya. Digawangi oleh saya sendiri, maka jika nama lembaga tersebut sudah dipakai lembaga lain, jangan protes cak! Beritahu saya lalu saya akan mengubahnya.

Dengan tingkat kesalahan hampir 50 persen, karena tidak mewakilinya sample yang diambil—maklum hanya tiga pasang. Maka hasil survei ini tidak menyumbangkan apa-apa kepada kehidupan sastra indonesia.

Gita, siswa SMA 1 Manyar Gresik mengatakan bahwa, pacarnya dulu ketika pedekate selalu mengiriminya puisi-puisi pendek lewat sms. Siswi pecinta puisi-puisi Sapardi ini mengatakan bahwa pacarnya, Dony, mengiriminya puisi yang bukan karyanya sendiri. Gita tahu itu, karena puisi-puisi yang dikirim hampir semuanya puisi Sapardi. Tetapi dia tidak mempermasalahkannya.

Katanya lebih lanjut, dia menerima Dony karena mereka mempunyai kesamaan. Yaitu sama-sama suka puisi. Maksudnya bukan menulis, tapi membaca.

Lain dengan Fita, dia mengatakan alasan utama lengketnya karena dia mempunyai angan-angan memiliki suami seorang penyair. Ternyata ada juga ya? Perempuan sekarang yang mempunyai cita-cita mulia seperti itu.

Pasangan terakhir yang meminta disamarkan namanya—padahal saya gak pakai foto-foto, mengakui bahwa dia lengket karena puisi-puisi yang dikirimi karya pacarnya sendiri. Bagus, katanya. Ketika saya tanya bagusnya kayak apa, dia malu-malu menjawab, “Sebenarnya saya gak tahu puisi itu standart bagusnya kayak apa mas.”

Walah-walah. Begitulah survei ini saya lakukan. Semoga Anda tertarik menelitinya lebih serius daripada saya.

Hasil penelitian lain, bisa dibaca di blog saya yang lain di terbit

Surat I

Perempuan Berbulu Mata Lentik yang baik,

Tadi malam ayah menghubungiku. Tidak seperti anak lain, aku mulai tidak suka ditelepon orang tuaku. Padahal aku tidak serumah dengan mereka. Aku tinggal di Surabaya sedangkan mereka di Sumenep. Mestinya aku senang, bukan? Karena itu bisa mengobati rasa rindu. Karena kami jarang bertemu. Dan aku pulang setahun sekali, yaitu menjelang Hari Raya Idul Fitri. Tunggu dulu, rindu? Barangkali aku sudah tidak merasakannya.Ini gara-gara beberapa bulan lalu ayah sakit. Pembuluh darahnya menyempit. Beliau perokok berat, sehari bisa menghabiskan dua bungkus rokok. Jika kamu ke rumahku di pagi hari sekali, aku sarankan untuk tidak masuk terlebih dahulu sebelum semua jendela dibuka. Tunggulah beberapa menit baru kemudian melangkahlah masuk. Karena kami tak bisa menanggung biaya pengobatannya, maka kami meminjam uang yang harus kami cicil tiap bulan. Sebulan sekitar Rp. 800.000,00.

Alhamdulillah ayah sembuh sekarang. Beliau sudah bisa bekerja dan membantu ibu jualan di pasar. Ayah yang memasok barang dagangan ibu. Plastik, kresek, dan jajan pasar.

Karena penghasilan mereka kecil, maka mereka kesulitan menyicil hutangnya. Sehingga beban itu dipikulkan sebagian kepada anak-anaknya. Maksudku kakak dan aku. Tetapi kakakku sudah berkeluarga, memang dia belum mempunyai anak. Tapi tanggung jawabnya sebagai suami membuatnya sulit membantu ayah. Sedangkan aku? Aku memang anak kedua.

Tetapi aku tidak mempunyai uang yang banyak. Aku bisa dibilang tidak bekerja. Meski pun tiap bulan ada uang masuk ke kantong. Jumlahnya sedikit amat. Karena beberapa hal lain yang tidak bisa aku sebutkan di surat ini, maka aku harus membantu ayah. Kamu sudah tahu, kan?

Mungkin isi surat ini sebagian besar sudah kamu tahu. Karena aku pernah menceritakannya. Tetapi apa kau tahu, mereka kok ya sempat-sempatnya membangun WC di belakang rumah. aku jadi jengkel. Dan tiap kali ayah telepon, dia selalu membicarakan soal uang kiriman. Sudah dikirim belum? Berapa? Sudah bisa diambil. Brengsek.

Aku pun diliputi kegelisahan setiap handphone ku berdering. Jangan-jangan ayah menelephonku. Apalagi kalau di layar itu tertera nama: Ayah. Aku juga gelisah kalau nomer yang menghubungiku nomer tak dikenal. Aduh!! Kadang-kadang aku tidak mengangkat telepone dari mereka. Aku biarkan saja bergetar.

NB. Aku harus cerita bahwa kuliahku mulai masuk. Minggu kemarin semua dosen, kecuali dosen bahasa inggris menyampaikan latar belakang adanya MK yang mereka ajarkan, kedudukan, keahlian yang dituju sampai pokok-pokok pembahasannya.

Kelasku digabung dengan kelas sebelah. Karena banyak mahasiswa yang keluar karena seleksi alam. Menyenangkan mempunyai kenalan baru. Tetapi aku belum akrab. Aku masih suka mengobrol dengan teman satu kelasku yang dulu.

Katamu, orang tuamu ingin menguliahkan kamu? Memangnya di universitas mana?