KETIKA KENANGAN, KETIKA HARAPAN
Sebuah tulisan yang berangkat dari pembacaan cerpen Nisa karya Syaiful Bahri
oleh : Eko Putra
(Penyair, Pengoleksi dan Pengagum Serial Silat "Wiro Sableng")
"Jika memang kenangan tidak dapat dimusnahkan, bukan berarti kenangan tidak bisa diciptakan," ungkap Syaiful Bahri dalam kalimat pertama dari sebuah cerita pendeknya berjudul Nisa, yang dimuat pada Minggu 27 Februari 2011 lalu di halaman Jeda ini. Kalimat serupa dimunculkan kembali oleh Syaiful pada bagian akhir cerita, yang ditulisnya seperti ini ; "Jika memang kenangan hanya bisa diciptakan, itu berarti kenangan tidak bisa diubah, kenangan hanya bisa diciptakan, hanya diciptakan." Sekilas pembacaan, inilah yang dapat saya tangkap secara langsung, tanpa harus membaca lagi rangkaian cerita yang ditulis oleh Syaiful. Namun, karena hal itu pula, saya tidak ingin melewatkan begitu saja, apa yang diketengahkan oleh Syaiful dalam cerpennya ini. Maka sayapun melakukan beberapa kali pembacaan ulang, guna memahami dengan baik dan cermat kandungan cerita yang disampaikan.
Tentunya, pembacaan saya ini bisa jadi hanya upaya mencoba "menafsirkan" dengan cara-cara saya sendiri. Yang dimaksud "dengan cara saya sendiri" di sini, adalah cerita pendek ini memikat saya atau tidak, membuat tenaga saya terkuras hanya karena manuver idiom-idiom yang dibuatnya atau tidak , dan penyampaian yang membuat saya malas untuk meneruskan isi bacaan atau tidak, dan, segalanya hanya pada lingkaran subjektif saya. Jadi mohon maaf, saya tidak berusaha menilai sudut pandang secara teknis atau apapun yang terkait dengan sejumlah referensi yang mungkin diperlukan. Saya hanya menggunakan sense, feel, dan taste saya. Itu artinya, tulisan ini barangkali tidak lebih dari uraian atau sebuah kesan yang saya dapatkan dari pembacaan cerpen Syaiful berjudul Nisa ini.
Ketika saya berkeinginan memahami apa yang disampaikan oleh Syaiful dalam cerpen ini. Saya mencoba menemukan sejumlah benang merah yang memungkinkan saya mendapatkan apa-apa yang terdapat di dalam di dalam pokok cerita. Sayapun tidak ingin memberikan tanggapan secara serta merta atas pembacaan saya. Maka, seperti yang saya utarakan pada paragraf sebelumnya, sayapun melakukan pembacaan ulang. Setelah melakukan pembacaan ulang, walau secara sepintas ketika pertama kali saya membacanya. Saya menemukan tiga kata. Bagi saya tiga kata ini sudah cukup untuk sekadar menarik tafsiran. Kata yang saya maksud adalah "Saya", "Nisa", dan "kenangan".
Kata "Saya" itu menunjukkan bahwa si pencerita (dalam hal ini Syaiful) menggunakan sudut padang orang pertama tunggal. Dengan sendirinya, bahwa cerpen ini menggunakan si pencerita sebagai pelaku utama yang terlibat dalam certita. Kemudian, "Nisa" , kata ini telah digunakan oleh Syaiful sebagai judul dari cerita. Dan sepintas, kata tersebut telah menunjukkan suatu persefsi bahwa itu adalah nama seseorang. Kata terakhir yakni ; "Kenangan".
Jika demikian, untuk mempermudah pengolahan tulisan ini. Maka sayapun mengajukan semacam pertanyaan. Pertanyaannya begini ; "Apa yang terjadi dengan "Saya" bersama seseorang yang bernama "Nisa" sehingga menimbulkan sebuah "kenangan"?
Diceritakan bahwa tokoh "Saya" ketika masa remajanya, pernah melakukan pertemuan, mungkin beberapa kali pertemuan dengan seseorang bernama "Nisa". Mereka melakukan pertemuan tersebut di daerah pantai. Pertemuan yang mereka lakukan nyaris tanpa pengungkapan perasaan di antara keduanya. Seakan mereka hanya membahasakan, bahwa "ada yang mereka sepakati, walau hanya diterjemahkan oleh diam." Perasaan. Inilah yang acapkali menjadi ironi dalam sebuah hubungan percintaan. Tanpa kejelasan status hubungan, namun di satu sisi hubungan itu sendiri memberikan ketakutan bagi dunia percintaan. Kemudian "saya" mencoba berandai, ia ingin menjadikan perempuan (baca ; Nisa) seperti laut, dan dirinya sebagai nelayan. Sebagai laut, tentu perempuan akan diarungi nelayan. Di sana, sebagai laki-laki terkadang ia ingin menyelam ke dasar kehidupan, menguak sebuah rahasia. Hubungan harmonis diciptakan, segalanya selaras antara laut dan nelayan.
Dan, pertemuan yang dilakukan mereka dengan penuh andai-andai ini, menimbulkan semacam "kenangan". Yang mana kenangan itu sendiri, hanya bisa hadir, dan tidak mungkin dilenyapkan.
Saya mencoba memahami, bahwa Syaiful berusaha melawan kehendak takdir dengan menegakkan eksistensi keberadaannya sebagai manusia yang tidak lagi terlibat dalam kenyataan yang pernah dihadirkan oleh masalalu. Kenangan, adalah pelampiasan terakhir yang disediakan oleh waktu.
Tetapi, secara sadar, kemudian Syaiful mesti melihat, bahwa kenangan bukan suatu sentimentalia.
Bukan suatu ketakukan untuk merebut masa depan. Walaupun, masih ada keinginan bagi dirinya untuk mencoba hadir, dan menghadirkan seseorang dari masalalunya. Yang barangkali adalah ; "Nisa".
Bagi saya, hal paling utama yang ingin disampaikan oleh Syaiful dalam cerpennya ini, adalah upaya penyampaian secara filosofis yang bersifat ironis. Yang sering terjadi dalam kehidupan remaja ketika mereka dihadapkan kondisi hukum alam. Di mana segala kebutuhan biologis perasaan seringkali datang kepada dunia remaja. Yang hal ini mengakibatkan salah kaprah, sehingga muncullah penyimpangan-penyimpangan sosial dalam masyarakat. Syaiful ingin mengajak, dan memahami bahwa untuk menyatukan perasaan mungkin kita tidak membutuhkan "bahasa".
Teknisnya, cerpen ini disampaikan oleh Syaiful dengan menggunakan plot "kembali ke belakang" dan bagi saya, cerpen ini berhasil secara tema. Bahasa-bahasa yang digunakan Syaiful sendiri cenderung "formalis" dan terurai. Tidak ada manuver-manuver bahasa atau idiom yang mesti membuat saya harus mengerutkan kening. Metafor dan perbandingan yang digunakan oleh Syaiful sendiripun, selaras dan sesuai. Walaupun, mestinya Syaiful masih dapat memungkinkan garapan-garapan yang lebih hiperbolis. Misalnya ; tokoh "Saya" dan "Nisa" kembali berjumpa di suatu kesempatan. Dengan suasana baru, yang mungkin akan menumbuhkan sentimentalia-sentimentalia baru.
Selebihnya, seperti yang pernah saya singgung di atas sebelumnya. Pembacaan yang saya lakukan ini mungkin hanya suatu upaya silaturahmi tekstual dan semacam langkah bangun yang kukuh untuk persahabata. Semoga cahaya selalu menyalakan jiwa.
Kampung Keramat, Maret 2011
No comments:
Post a Comment