Menulis Puisi Adalah Proses Menghayati

Menulis Puisi Adalah Proses Menghayati

"Mulailah! Selanjutnya pikiran akan tumbuh. Mulailah! Dan tugas akan selesai!" (Goethe)

Sehabis pulang dari Bank Mandiri(6/6) untuk membuka rekening, handphone saya berdering. Rupanya ada pesan dari teman jauh saya di Jogja, Dwi S Wibowo. Isi pesan tersebut awalnya tak bisa saya mengerti secara utuh, isi pesan tersebut begini, "Makin ke sini aku mulai merasa puisiku tidak berkembang." Setelah saya balas, akhirnya saya tahu bahwa dia sedang merasa puisinya semakin tidak enak untuk dibaca. Kasus seperti ini seringkali terjadi bagi teman-teman penyair. Barangkali sudah menjadi masalah laten, Afrizal Malna misalnya pernah mengaku telah membakar puisi-puisinya karena merasa puisinya hanyalah sampah. Bahkan dia pernah berketetapan hati untuk berhenti. Kejadian serupa dialami oleh Sutardji, yang mengaku sebagai Presiden penyair.

Sejak saya mulai menggeluti dunia kepenulisan--kira-kira dua tahun yang lalu--saya sudah tiga kali mengalaminya. Pertama ketika baru mulai, ketika itu saya belajar menulis di situs kemudian.com. Adalah Pringadi Abdi Adi yang terus memotivasi saya. Kedua ketika mulai memberanikan diri untuk mengirimkan karya ke berbagai media cetak. Dan ketiga ketika saya mulai kuliah dan belajar ilmu ekonomi. Semua cobaan tersebut berhasil saya lewati dengan baik menurut saya. Saya pikir menulis puisi adalah sebuah proses menghayati filsafat hidup, sehingga tanpa menulis puisi pun saya merasa sedang melakukannya. Sedangkan menulis puisi secara sesungguhnya, saya anggap hanya ritual seorang penyair setelah mengalami dan menghayati hidup.

Banyak cara yang bisa Anda lakukan ketika menemui permasalahan yang sama. Salah satu cara paling gampang adalah menyimpannya dulu. Jangan meniru Malna. Jika naskah Anda berakhir dengan kegagalan, maka simpanlah dulu. Jangan terlalu memaksakan diri. Tulisan, tak terkecuali puisi tidak selesai karena berbagai macam hal. Barangkali Anda sedang letih sehingga pikiran dan tenaga tidak bisa tercurah.

Olah raga ringan seperti jalan-jalan dan lari akan mengembalikan kebugaran seorang penyair. Saat merasa buntu, dan tidak menemukan kata dan cara yang pas untuk mengungkapkan seperti yang Anda inginkan, sekedar bangkit dari duduk, berdiri, keluar ruangan atau melihat-lihat lingkungan sekitar bisa mengembalikan kesegaran berpikir dan merasa. Ingat! daya konsentrasi manusia tidak bisa terus-terusan dipakai, Ada batas waktu menggunakannya.

Bila Anda telah mulai menulis lagi, tetapi ternyata menemui jalan buntu, tinggalkan dulu naskah tersebut. Tetapi jangan dibuang di tong sampah. Barangkali Anda butuh pengendapan. Bila Anda mempunyai ide lain, lebih baik menulislah dengan ide tersebut. Tetapi jika tidak, berhentilah dan kerjakan aktivitas lain.

Yang terpenting dari menulis puisi adalah ketekunan. Sebuah ide sederhana jika diolah dan ditekuni bakal menjadi puisi yang menggetarkan. Tengoklah keberhasilan Sapardi. Pusinya sederhana dan menulis perihal remeh, semisal sakit, hujan dan kejadian berjalan dan di belakangnya bayang-bayangnya mengikuti.

Tetapi bagi seorang penyair, ternyata menulis puisi menjadi sebuah kebutuhan. Jika tidak segera ditunaikan, tubuh, tangan dan otaknya terasa kaku. Dia merasa seperti dikejar-kejar sesuatu. Menurut saya, jangan terlalu menghiraukannya, anggap saja sebagai ujian. Anda bisa menahannya. Saya yakin. Toh, jika Anda terburu-buru dan hasilnya mengecewakan jadinya Anda akan kembali merasa puisi Anda tidak berkembang.

Akhirnya, di akhir tulisan ini saya ingin kembali mengulang dan mengatakan kepada Anda bahwa menulis puisi adalah proses menghayati, bukan sesuatu yang harus dikerjakan secara cepat seperti memasak mie instan.(Syaiful Bahri)


Sumber Majalah Terbit

2 comments:

  1. Saya menganut anjuran Pramoedya Ananta Toer untuk tetap menulis dan menyimpannya. Karena mungkin suatu saat tulisan itu akan berguna.

    Dan sekarang melalui tulisan Anda saya makin menghormati tulisan saya. Yang banyak jeleknya daripada bagusnya.

    Terimakasih telah menulis dengan necis, Bung!

    ReplyDelete