Menapak Ke Puncak Sajak

Minggu kemarin, saya pergi ke toko buku. Tidak untuk membeli buku, hanya sekedar baca-baca. Loh? Baca-baca kok di toko buku? Mestinya kan di perputakaan. Apa salahnya? Tidak ada hukum yang melarang, mesti tidak pantas. Atau kadang-kadang saya melihat-lihat buku bagus, yang menjadi target.

Saya sering ke toko buku. Tidak seluruhnya saya berniat membeli, tapi akhirnya membeli. Tak tahan godaannya. Maka, hari itu saya tetap membeli buku. Buku yang tidak saya duga ada di toko buku itu. karena buku tersebut sudah lama dicetak dan didistribusikan.

Buku terbitan Koekoesan, tahun 2007. Sudah lama, bukan? Lazimnya, sebuah buku lama sudah tidak dipajang di rak. Tidak tahu kenapa. Mungkin sudah tidak menjual, kali ya? Atau kontrak kerjasamanya habis. Entahlah.

Buku itu, karya Hasan Aspahani, pemilik blog sejuta-puisi. Judulnya? Menapak ke Puncak Sajak. Jangan Menulis Puisi Sebelum Baca buku ini. Covernya berwarna kuning. Ada seorang wanit sedang tersenyum saya kira, dan tumpukan buku di depan.

Membaca kata pengantarnya saya jadi tertarik untuk menghabiskannya sekali baca. Selain buku itu juga tipis. Cuma 142 halaman, kok. Judul kata pengantarnya menggoda: Karena Menulis Puisi (pun) Harus (Dianggap) Gampang...


Paparan ide yang digunakan di buku tersebut dimodel seperti tanya jawab. Pernah membaca buku Mengarang itu Gampang? Karya Arswendo Atmowiloto? Sama caranya memaparkan maksud penulisnya. Hal tersebut diakui Hasan Asphani. Buku ini dimodel paparan dialektik. Saya suka sekalai model paparan begituan.

Sebenarnya isi buku tersebut cikal bakalnya adalah rubrik Ruang Renung di blognya. Rubrik tanya jawab dia (Hasan) tentang puisi, atau renungannya terhadad puisi.


No comments:

Post a Comment